Selasa, 01 November 2011

Teori-Teori Perkembangan

Teori merupakan seperangkat gagasan yang saling berkaitan dan menolong menerangkan data, serta membuat ramalan (Santrock, 1995). Dalam pengkajian suatu pengetahuan, teori merupakan suatu hal yang mutlak yang harus dikaji terlebih dahulu untuk menjelaskan tentang sesuatu hal. Hal ini bertujuan agar kajian pengetahuan memiliki dasar yang kuat untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.


Teori Perkembangan adalah Sejumlah ide yg koheren, mengandung hipotesis-hipotesis dan asumsi-asumsi yg dpt diuji kebenarannya, dan berfungsi untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi perubahan-perubahan perilaku dan proses mental manusia sepanjang rentang kehidupannya.

  1. Teori Psikodinamika
Teori ini memandang pentingnya pengaruh lingkungan, terutama lingkungan yang diterima oleh individu pada awal perkembangannya. Lingkungan awal merupakan pondasi yang menjadi pijakan kuat pada tahun-tahun berikutnya. Komponen yang bersifat sosio-afektif sebagai penentu dinamika perkembangan individu. Adapun dua ahli yang termasuk dalam pengkajian Teori Psikodinamika adalah Sigmund Freud dan Erik Erikson.

    1. Teori Sigmund Freud (1856 – 1939)
Model psikodinamika yang diajukan oleh Sigmund Freud disebut ”teori psikoanalitis”. Dalam menguaraikan teorinya, Freud mengembangkan satu penjelasan tentang struktur dasar kepribadian. Teorinya menyatakan bahwa kepribadian tersusun dari tiga komponen, yaitu: id, ego dan superego.

Id, merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan unsur-unsur bilogis, termasuk di dalamnya dorongan-dorongan dan impuls-impuls instinktif yang lebih dasar (lapar, haus, seks, dan agresi). Id merupakan realitas psikis yang sesungguhnya karena hanya merupakan dunia batin/dunia subjektif manusia dan sama sekali tidak berhubungan dengan dunia objektif. Id, yang sepenuhnya beroperasi pada ketidaksadaran dan telah ada sejak lahir, dan tidak memperoleh campur tangan dari dunia luar. Id bekerja mengikuti prinsip kesenangan, yang dioperasikan pada dua proses; pertama, refleks dan reaksi otomatis (seperti: bersin, berkedip); kedua; proses berpikir primer, yang merupakan proses dalam berhubungan dengan dunia luar melalui imajinasi dan fantasi, yakni mencapai pemuasan dengan memanipulasi gambaran mental dari objek yang diinginkan (seperti: orang lapar membayangkan makanan). Karena mengikuti prinsip kesenangan, id menuntut pemuasan dari instink-instink tanpa memperhitungkan norma-norma sosial atau kebutuhan orang lain.
Ego, merupakan aspek psikologis kepribadian karena timbul dari kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan instinktif organisme dengan keadaan lingkungan. Ego berkembang pada tahun pertama dan merupakan aspek eksekutif atau badan pelaksana kepribadian, karena fungsi utama ego adalah: 1) menahan penyaluran dorongan, 2) mengatur desakan dorongan-dorongan yang sampai pada kesadaran, 3) mengarahkan suatu perbuatan agar mencapai tujuan-tujuan yang dapat diterima, 4) berpikir logis, dan 5) mempergunakan pengalaman emosi-emosi kecewa atau kesal sebagai tanda adanya sesuatu yang salah, yang tidak benar, sehingga kemudian dapat dikategorikan dengan hal-hal lain untuk memutuskan apa yang akan dilakukan sebaik-baiknya.
Perbedaan pokok antara id dan ego ialah bahwa id hanya mengenal realitas subjektif-jiwa, sedangkan ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dengan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.

Superego, adalah aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nilai-niali tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orangtua kepada anak-anaknya melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian utama superego adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh masyarakat.

Dalam dinamika dan realitas kehidupan pribadi, kalau id lebih cendrung pada nafsu, sedangkan superego lebih cendrung pada hal yang moralis. Agar tercipta keseimbangan hidup, id dan superego harus dijembatani oleh hal yang bersifat moralis (ego). Artinya, agar manusia tidak terlalu mengembangkan nafsu saja dan juga tidak terlalu cendrung pada hal-hal yang idealis dan moralis, perlu ada imbangan melalui dunia kenyataan atau dijembatani oleh ego.

Teroi Psikoanalitis dari Freud menekankan pentingnya pengalaman masa kanak-kanak awal dan motivasi dibawah sadar dalam mempengaruhi perilaku. Freud berpikir bahwa dorongan seks dan instink dan dorongan agresif adalah penentu utama dari perilaku, atau bahwa orang bekerja menurut prinsip kesenangan.
Menurut teori psikoseksual Freud, pusat dari kepekaan sensual bergeser dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh yang lain ketika perkembangan berlangsung melalui serangkaian tahap berikut: oral (hingga usia 1 tahun); (anal (usia 2 – 3 tahun); phalik (4 – 5 tahun); laten (6 – pubertas/remaja); dan genital (remaja dan seterusnya).
    1. Teori Erik Erikson
Erik Erikson merupakan penganut teori psikodinamika atau psikoanalisis dari freud. Erikson menerima dasar-dasar orientasi umum dari Freud, namun menambahkan dasar dan orientasi teorinya mengenai tahapan perkembangan psikososial, penekanan pada identitas, dan perluasan metodologi.
      1. Tahapan perkembangan Psikososial
Erikson meletakkan hubungan antara gejala psikis dan sisi edukatif, serta gejala masyarakat budaya di pihak lain. Peran pengasuhan dan lingkungan menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan perkembangan hidup individu. Dalam pandangannya, Erikson menyatakan bahwa masyarakat memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan psikososial individu. Peranan ini dimulai dari aturan atau budaya masyarakat sampai pola asuh orangtua.
Ada dua hal yang menjadi perhatian bersama dalam mencermati perkembangan psikososial, yaitu pertama, walaupun tiap individu melewati tahapan perkembangan sosial yang sama, namun setiap budaya mempunyai cara sendiri untuk menguatkan dan mengarahkan perilaku individu setipa tahapnya. Kedua, budaya dapat berubah seiring dengan waktu, adanya kemajuan teknologi, pendidikan, urbanisasi, dan perkembangan lain yang membuat budaya harus berubah dan beradaptasi sesuai dengan lingkungan masyarakat dan kebutuhannya.
      1. Penekanan pada Identitas
Erikson selalu menekankan bahwa individu selalu mencari identitas pada tiap tahapan perkembangan. Identitas merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi individu, sehingga secara sadar maupun tidak sadar individu tersebut selalu mencari identitas dirinya. Identitas merupakan pengertian antara penerimaan dan pengertian untuk diri individu maupun untuk masyarakat.
      1. Perluasan Metode Psikoanalisis
Menurut Erikson, dalam mempelajari indvidu ada tiga metode baru yang dpaat digunakan dalam mempelajari perkembangnnya, yaitu; observasi langsung, perbandingan cross-cultural, dan sejarah psikologis.

Erikson membagi perkembangan manusia menjadi 8 tahap dan mengatakan bahwa individu memiliki tugas psikososial yang perlu dikuasai selama tiap tahap. Delapan tahap itu, menurut Erikson adalah: kepercayaan ><ketidakpercayaan; otonomi ><rasa malu dan keraguan; inisiatif >< keslaahan; industri >< inferioritas; identitas >< kebingungan peran; kekariban >< isolasi; generativitas >< stagnasi (dewasa menengah: 40an 50an); dan integritas >< keputusasaan.
Teori Erikson jauh lebih luas daripada teori Freud dan mencakup keseluruhan masa hidup, dengan perhatian pada variasi yang lebih luasa dari faktor-faktor motivasi dan lingkungan.




  1. Teori Behaviorisme dan Belajar Sosial
    1. Behaviorisme
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam pemahaman tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh John B. Watson (1878 – 1958), sebagai reaksi atas teori psikodinamika. Perspektif behavioral ini berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut terori ini adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa dikendalikan.

Watson dan teoretikus behavioristik lainnya, seperti Skinner (1904 – 1990) meyakini bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional. Kalu Freud melihat bahwa tingkah laku dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional, teoretikus behavioristik melihat tingkah laku manusia sebagai hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah laku.
Menurut aliran ini, manusia sepenuhnya adalah makhluk reaktif, yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor yang berasal dari luar. Faktor lingkungan inilah yang menjadi penentu terpenting dari tingkah laku manusia. Berdasarkan pemahaman ini, maka kepribadian individu menurut teori ini dapat dikembalikan kepada hubungan antara individu dan lingkungan. Manusia datang ke dunia ini tidak dengan membawa ciri-ciri yang pada dasarnya ”baik atau buruk”, tetapi netral. Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan kepribadian individu selanjutnya semata-mata bergantung pada lingkungannya.

Gagasan utama dalam aliran ini adalah bahwa untuk mempelajari tingkah laku seseorang seharusnya dilakukan melalui pengujian dan pengamatan atas tingkah laku yang tampak, bukan dengan mengamati kegiatan bagian dalam tubuh. Menurut Watson, adalah tidak bertanggung jawab dan tidak ilmiah mempelajari tingkah laku manusia semata-mata didasarkan atas kejadian-kejadian subjektif, yakni kejadian-kejadian yang diperkirakan terjadi di dalam pikiran, tetapi tidak dapat diamati dan diukur.

    1. Teori Belajar Sosial
Tokoh Teori ini adalah Albert Bandura. Teori ni menekankan perilaku, lingkungan, dan faktor kognisi sebagai faktor kunci dalam perkembangan individu. Secara umum teori ini mengatakan bahwa manusia bukanlah seperti robot yang tidak mempunyai pikiran dan menurut saja sesuai dengan kehendak pembuatnya. Namun, manusia mempunyai otak yang dapat berpikir, menalar, menilai, ataupun membandingkan sesuatu sehingga dapat memilih arah bagi dirinya.
Lebih lanjut Bandura memperjelas teorinya lebih mendalam dengan menamakan teori belajar sosial kognitif. Bandura sangat yakin bahwa perilaku seseorang itu merupakan hasil dari mengamati perilaku orang lain, dengan kata lain secara kognitif, perilaku indvidu itu mengadopsi dan perilaku orang lain. Proses ini disebut modeling atau imitasi.
Toeri belajar sosial mengatakan bahwa anak-anak belajar dengan mengamati perilaku orang lain dan dengan meniru perilaku mereka. Ahli teori pembelajaran sosial telah memberi banyak sumbangan untuk pemahaman tentang perkembangan manusia dengan menekankan peran pengaruh lingkungan dalam pembentukan perilaku.
  1. Teori Humanistik
Teori humanistik muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamika dan behavioristik. Tokoh teori ini adalah Charlotte Buhler (1893 – 1974), (Teori tahap Perkembanagan), Abraham Maslow (1908 – 1970) (Teori Hierarkhi Kebutuhan) dan Carl Rogers (1902 – 1987) (Teori Pertumbuhan Personal). Tokoh teori ini meyakini bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari maupun sebagai hasil pengondisian yang sederhana. Teori ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh faktor di luar dirinya. Sebaliknya, teori ini melihat manusia sebagai aktor dalam drama kehdiupan, bukan reaktor terhadap instink atau tekanan lingkungan. Teori ini berfokus paa pentingnya pengalaman disadari yang bersifat subjektif dan self-direction.
Para teoretikus humanistik mempertahankan bahwa manusia memiliki kecendrungan bawaan untuk melakukan self-actualization untuk berjuang menjadi apa yang mereka mampu. Setiap manusia memiliki serangkaian perangai dan bakat-bakat yang mendasari perasaan dan kebutuhan individual serta memberikan perspektif yang unik dalam hidup.
Dalam teori humanistik, manusia digambarkan secara optimistik dan penuh harapan. Di dalam diri manusia terdapat potensi-potensi untuk menjadi sehat dan tumbuh secara kreatif. Manusia digambarkan sebagai tindakan individu yang aktif, bertanggung jawab, mempunyai potensi kreatif, bebas (tidak terikat oleh belenggu masa lalu), berorientasi ke depan, dan selalu berusaha untuk self-fulfillment (mengisi diri sepenuhnya untuk beraktualisasi). Kegagalan dalam mewujudkan potensi-potensi ini lebih disebabkan oleh pengaruh yang bersifat menjerat dan keliru dari pendidikan dan latihan yang diberikan oleh orangtua serta pengaruh-pengaruh sosial lainnya.
Humanisme menggunakan pandangan yang sangat positif dari sifat dasar manusia dan mengatakan bahwa orang bebas menggunakan kemampuan mereka yang unggul/superior untuk membuat pilihan cerdas dan mewujudkan potensi penuh mereka sebagai orang yang mengaktualisasikan diri.


  1. Teori Kognitif
Ada 2 teori sebagai pendekatan dasar untuk memahami kognisi. Pendekatan pertama adalah Piagetian Approach yang menekankan perubahan kualitatif dalam cara berpikir mereka ketika berkembang. Pendekatan kedua adalah Teori Vygotsky.

    1. Piaget: Perkembangan Kognitif
Jean Piaget (1896 – 1980) adalah psikolog perkembangan dari Swiis. Piaget mengajarkan bahwa perkembangan kognitif adalah hasil gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi pada lingkungan.
Piaget memandang bahwa anak memainkan peran aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas. Anak tidak pasif menerima informasi. Walaupun proses berpikir dan konsepsi anak mengenai realitas telah dimodifikasi oleh pengalamannya dengan dunia sekitar dia, namun anak juga berperan aktif dalam menginterpretasikan informasi yang ia peroleh dari pengalaman, serta dalam mengadaptasikannya pada pengetahuan dan konsepsi mengenai dunia yang telah ia punya.

Piaget menguraikan empat tahap perkembangan kognisi, yaitu:

Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Usia
Tahap
Perilaku
Lahir -18 bln
Sensorimotor
  • Belajar melalui perasaan
  • Belajar melalui refleks
  • Memanipulasi bahan
18 bln – 6 thn
Praoperasional
  • Ide berdasarkan persepsinya
  • Hanya dapat memfokuskan pada satu variabel pada satu waktu
  • Menyamaratakan berdasarkan pengalaman terbatas
6 thn – 12 thn
Operasional Konkret
  • Ide berdasarkan pemikiran
  • Membatasi pemikiran pada benda-benda dan kejadian yang akrab
12 thn atau lebih
Operasional formal
  • Bepikir secara konseptual
  • Berpikir secara hipotesis


    1. Lev Vygotsky
Lev Vygotsky lahir di Rusia pada tahun 1986. Satu hal pernyataan Vygotsky yang terkenal adalah ”Pembelajaran dan perkembangan merupakan dua hal yang saling berkaitan sejak hari pertama kehidupan manusia.
Salah satu konsep penting dari teori Vygotsky adalah Zone of Proximal Developmental (ZPD). Vygotsky mendefinisikannya untuk tugas-tugas yang sulit dikuasai sendiri oleh siswa, tetapi dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan orang dewasa atau siswa yang lebih terampil. Ia yakin bahwa siswa pada sisi pembelajaran konsep baru dapat memperoleh manfaat dari interaksi dengan seorang pendidik atau teman kelas. Bantuan yang pendidik atau teman sebaya berikan sebagai scaffolding. Scaffolding ini diartikan sebagai kerangka pengetahuan yang disiapkan saat masa kematangan tiba. Dengan cara yang sama, orang dewasa dan teman sebaya dapat membantu seorang anak mencapai konsep atau kecakapan baru dengan memberikan informasi yang mendukung. Vygotsky percaya hal ini dapat dilakukan bukan hanya oleh pendidik tetapi juga oleh kelompok anak yang telah memiliki kecakapan yang diinginkan.
Salah satu perbedaan utama dalam pendekatan Piaget dan Vygotsky adalah Piaget membuktikan bahwa anak-anak memperoleh keuntungan dari eksplorasi dan penemuan yang diprakarsai sendiri dari metode-metode pengajaran yang merespon tingkat pemahaman. Sementara, Vygotsky menekankan peran orang dewasa dalam memimpin perkembangan, yaitu bukan hanya mencocokkan lingkungan pembelajaran melainkan juga membuat lingkungan dimana para peserta didik dengan bantuan orang lain di sekitarnya dapat memperluas dan meningkatkan pemahaman mereka saat itu.
Kontribusi utama dari Vygotsky untuk pemahaman tentang perkembangan individu adalah pemahamannya mengenai kepentingan interaksi dengan pendidikan dan teman sebaya dalam mengembangkan pengetahuan siswa tersebut.

  1. Teori Ekologi
    1. Pokok Teori Ekologi
Urie Bronfenbrenner merupakan ahli yang mengemukakan teori sistem mengenai ekologi yang menjelaskan perkembangan individu dalam interaksinya dengan lingkungan di luar dirinya yang terus menerus mempengaruhi segala aspek perkembangannya. Teori ekologi merupakan pandangan sosiokultural Bronfenbrenner tentang perkembangan yang terdiri dari lima sistem lingkungan, mulai dari pengaruh interaksi langsung pada indvidu hingga pengaruh kebudayaan yang berbasis luas. Kelima sistem ekologi tersebut adalah mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem.
Teori ekologi menjelaskan bahwa manusia tidak berkembang dalam isolasi, namun merupakan rangakaian interakasi di dalam keluarga, sekolah, masyarakat atau komunitasnya. Setiap lapisan lingkungan selalu bersifat dinamis mempengaruhi perkembangan individu.
    1. Peran terhadap Perkembangan
Dari perspekstif teori ekologi, individu berkembang dalam jaringan yang kompleks dari sistem yang saling berhubungan. Oleh karena itu, banyak sumber berperan dalam perkembangan tingkah laku. Selain faktor individual, faktor lingkungan seperti aktivitas pengasuhan dianggap sebagai salah satu determinan dari perilaku individu. Teori ini menekankan bahwa manusia tidak berkembang dalam isolasi, namun merupakan rangkaian interaksi di dalam keluarga, sekolah, masyarakat atau komunitasnya. Setiap lapisan lingkungan selalu bersifat dinamis mempengaruhi perkembangan indvidu.

  1. Teori Etologi
    1. Lorentz: Imprinting
Ethology menekankan bahwa perilaku adalah perilaku dari evolusi dan ditentukan secara biologis. Tiap spesies mempelajari bagaimana cara beradaptasi agar dapat bertahan hidup. Melalui proses seleksi alam yang mampu bertahan hidup dapat mewariskan sifat-sifatnya kepada keturunannya.
Konrad Lorents (1903 – 1989) merupakan ahli ethologi. Lorentsz meneliti pola-pla perilaku dari kawanan angsa dan menemukan bahwa anak angsa terlahir dengan instink untuk mengikuti induknya. Perilaku ini ada sejak lahir dan merupakan bagian dari instink mereka untuk bertahan hidup. Lorentz juga menemukan bahwa jika anak angsa tersebut ditetaskan dalam inkubator, mereka akan mengikuti benda yang pertama bergerak yang mereka lihat, yang mempercayai benda itu sebagai induknya. Lorentz bersiaga ketika tutup inkubator diangkat. Ia adalah orang pertama yang anak angsa lihat, jadi sejak itu anak angsa tersebut mengikuti Lorentz seolah induknya. Anak angsa tersebut bahkan mengikuti Lorentz ketika ia berenang. Lorentz menyebut proses ini sebagai imprinting, yang meliputi pengembangan kasih sayang yang cepat pada benda pertama yang dilihat. Lorentz menemukan bahwa ada periode kritis, tak lama setelah penetasan, selama mana imprinting akan terjadi.


    1. Bonding dan Attachment Theories
Bonding adalah pembentukan hubungan yang erat antara seseorang dan seorang anak. Attachement adalah teori yang mendeskripsikan proses bayi mengembangkan ketergantungan emosional yang dekat pada satu atau lebih banyak pengasuh dewasa.
Salah satu tokoh yang menjelaskan tentang attachment theory adalah John Bowlby. Bayi tidak dilahirkan dengan attachmen pada siapapun; ibu, ayah atau orang lain. Namun karena kelangsungan hidup bayi bergantung pada pengasuh yang mencintai, bayi perlu mengembangkan attachment. Bowlby menyatakan bahwa selama enam bulan pertama, attachment bayi cukup luas. Bayi menjadi lekat pada orang-oramg secara umum, sehingga mereka nampak tidak memiliki preferensi khusus akan siapa yang merawatnya. Namun, dari enam bulan ke depan, attachment menjadi lebih spesifik. Anak bisa mengembangkan multiple attachment, tapi semua itu dengan berbagai pihak, seperti ibu, ayah, pengasuh sehingga anak gelisah ketika ditinggalkkan bersama pengasuh yang tidak dikenalnya.

    1. Hinde: Periode Perkembangan Sensitif
Etholog Robert Hinde, lebih menyukai istilah ”priode sensitif” daripada ”periode kritis” pada masa-masa tertenti ketika organisme lebih dipengaruhi pleh jenis-jenis pengalaman khusus. Istilah periode sensitif, yang awalnya digunakan oleh Maria Montessori, nampaknya lebih luas dan merupakan konsep yang lebih fleksibel daripada konsep yang lebih sempit dari perode kritis. Dengan anak-anak manusia, nampak ada periode sensitif secara khusus pada perkembangan bahasa, ikatan emosional, atau hubungan sosial. Ketika defisit terjadi selama masa sensitif tersebut, pertanyaan yang ada apakah mereka bisa dipulihkan selama periode perkembangan selanjutnya. Hal ini ternyata tergantung pada sejauhmana pengalaman awal dan pengaruh lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan individu tersebut.

2 komentar:

  1. boleh tahu referensinya di ambil dari buku pa???? please...

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf ru bales, lama dah ga buka blog, aku dapet dari dosen bro ini modul, hehehe jadi kurang tau dapetnya dari mana sumbernya, maaf sebelumnya

      Hapus